anak sopir angkot yang telah menaklukkan dunia

Sabtu, 10 Desember 2011

kemarin,tepatnya tanggal 10 Desember 2011. saya mengikuti sebuah seminar statistika di universitas brawijaya malang. kebetulan saya sendirilah panitianya, dengan berbagai pemateri yang ada...saya hanya ingin bercerita tentang satu pemateri yang sangat saya kagumi kisah hidupnya. ya..iwan setyawan. laki-laki bertubuh mungil yang berasal dari kota batu malang ini yang membuat saya tag berhenti untuk menginget setiap kata yang dia ucapkan


                                                                                                                         

ya....orang yang bisa dibilang sangat mbanyol ini merupakan tokoh baru idola saya. karena, membaca novelnya saja itu belum cukup. namun ketika berbicara dengannya, membuat saya mengerti dan harus mengejar mimpi saya.
Anak sopir angkot kelahiran Batu Malang ini, tidak akan sampai ke New York Amerika Serikat kalau di dalam keluarganya tidak ada prinsip berbagi. Kini ia pun berbagi sejarah kisah perjalanan kesuksesannya. IWAN SETYAWAN (37) penulis buku berjudul ”9 Summers 10 Autumns Dari Kota Apel ke The Big Apple” ini mengawali pembicaraan dasar tentang statistika tentunya. karena ia lulusan statistika IPB.
lalu, ia mulai bercerita tentang bagaimana keluarganya bertahan dan sukses mengantarkan anak-anak nya tidak hidup miskin lagi.

Dia pun mulai bercerita bahwa ayahnya seorang sopir angkot yang 36 tahun hidupnya di jalan. Rumahnya berada di Gang Buntu. “Saya takut bermimpi tinggi. New York bukan mimpi saya. Mimpi saya cuma satu pingin punya kamar sendiri. Karena saya lima bersaudara yang tinggal di rumah kecil berukuran 6 x 7 meter dengan dua kamar. Sehingga saya harus tidur dengan ibu atau kalau tidak dengan kakak saya,” ungkapnya.
Kondisi ini pun berubah setelah dia 10 tahun bekerja New York City dengan posisi terakhir sebagai Director Internal Client Management di Nielsen Consumer Research.
IWAN berhasil membuat ibu, bapak, 2 kakak perempuan dan 2 adik perempuannya tidak soro lagi. Bahkan dari penghasilannya dia sudah membangun rumah buat orangtuanya serta saudara-saudaranya itu.
Untuk menopang kehidupan yang pas-pasan pasca mobil angkot bapaknya dijual ibunya untuk biaya kuliah IWAN, kini IWAN pun bisa tersenyum bahagia karena sudah membangun kos-kosan di Yogyakarta yang hasilnya tiap bulan bisa untuk mencukupi kehidupan orang tuanya.
”Selama saya bekerja di New York, saya bekerja bukan untuk saya, tapi untuk ibu, bapak, dan saudara-saudara saya. Karena merekalah yang sejak dulu berbagi sama saya, dan membuat saya bisa kuliah dan bekerja di New York,” paparnya.
Pria mungil lulusan terbaik MIPA IPB 1997 dari Jurusan Statistika ini pun tidak ingin sejarah keluarganya yang mengantarkan kesuksesan hilang begitu saja. Dia pun mulai menuliskannya sejak Juli hingga Desember 2010 untuk membagikan kisahnya kepada sanak saudaranya.
”Buku ini awalnya saya tulis untuk keluarga dan keponakan-keponakan saya. Tapi alangkah senangnya kalau orang lain juga bisa membacanya. Karena jaman sekarang ini kadang sejarah keluarga yang diketahui kesuksesannya saja, tapi tidak mengenal titik nolnya, perjuangan sampai sukses itu seperti apa…” jelas IWAN.
IWAN dalam setiap ceritanya selalu menyebut peran ibunya. ”Tiap lembar buku yang saya tulis ini ada jiwa ibu saya. Karena ibu selalu mendorong di saat saya susah. Hidup saya diselamatkan ibu saya. Saya bakal nyasar kemana-mana kalau tidak dibimbing ibu saya,” ungkapnya.
Dalam hidupnya IWAN memiliki motto: Tembus batas ketakukan. Berlayar dan teruslah berlayar, jangan tunggu keajaiban. Serta Berbagi itu indah, karena dengan berbagi kita akan merasa bahagia.
IWAN penulis buku yang menjadi nara sumber bincang buku di SS Media membuat acara berlangsung seru. Waktu yang dialokasikan 2 jam bahkan tidak terasa hingga berlalu 3 jam. Saat dibuka sesi tanya jawab, hampir separo peserta mengangkat tangannya ingin sharing dengan dia.
Peserta yang sebagian besar dari komunitas Akademi Berbagi itu pun silih bergantian berbicara. INDRA satu diantaranya menilai buku yang ditulis IWAN layak dibawa ke layar lebar layaknya buku Laskar Pelangi.
IWAN pun berharap begitu, dan dia ingin langsung jadi pemainnya, meskipun jawabannya itu dengan nada guyon. Kata IWAN, dia sebenarnya hanya ingin berbagi sejarah, pengalaman dengan menyentuh hati orang lain, supaya hidup orang itu jadi berbeda dan luar biasa.
bu, sebagai Kartini di mata saya: Sosok yang menyimpan “kekuatan” luar biasa dibalik kelembutannya, dibalik daster batiknya.
Meskipun dia tidak lulus SD, Ibu saya adalah seseorang yang intellectually enlightened. Visi ke depan dia untuk anak-anak dengan berusaha memberikan pendidikan terbaik dan setinggi-tingginya adalah inspirasi segar dari sosok yang tidak mengenyam dunia pendidikan.
Inilah ungkapan IWAN SETYAWAN (37) si anak sopir angkot yang pernah jadi Direktur Internal Client Management di Nielsen Consumer Research di New York, Amerika Serikat, menggambarkan sosok NGATINAH ibundanya tercinta.
IWAN penulis buku berjudul ”9 Summers 10 Autumns Dari Kota Apel ke The Big Apple” sangat mengagumi sosok ibunya yang sederhana, tapi sangat memperhatikan pendidikan anaknya.
Meski hidup pas-pasan dengan penghasilan ABDUL HASIM suaminya sebagai sopir angkot, Ibu NGATINAH ini tidak pernah patah semangat selalu mendorong anaknya untuk sekolah hingga perguruan tinggi.
“Ibu saya mengharuskan anak-anaknya kuliah terutama yang perempuan. Ibu saya nggak rela kalau anaknya perempuan minta uang ke suami mereka terus dimarahi dulu oleh suaminya. Tapi ibu juga tidak mengecualikan saya sebagai anak laki-laki satu-satunya,” kata IWAN
Tinggal di rumah berukuran 6×7 meter dengan 5 anak dan seorang suami, Ibu NGATINAH mengajarkan hidup sederhana. Kata IWAN, ibunya tahu cara membagi sama rata sebutir telur dadar. Dia tahu berapa liter beras yang akan ditanak jadi nasi supaya tidak sampai tersisa. Dia tidak pernah membelikan mainan, tapi kalau anaknya minta buku selalu diusahakan untuk membelikannya.
IWAN melihat sosok ibunya tidak jauh berbeda dengan Ibu Kartini. Sama-sama punya sosok dan keberanian luar biasa. ”Ibu saya tidak lulus SD, tapi bisa menciptakan generasi tangguh, anak berpendidikan, karena terus mendorong anaknya maju dan terus belajar. Dengan memberikan motivasi, makanan terbaik, dan cintanya yang luar biasa,” pungkas IWAN yang kini memilih tinggal di Batu, Malang bersama ibunya tercinta.
 dia juga bercerita bahwa ia belajar tentang ethos kerja dan profesional dalam bekerja dari sang ayah. ayahnya yang awalnya hanya sebagai kernek angkot, lalu berusaha belajar menyetir mobil supaya bisa menjadi sopir angkot. tidak hanya menjadi seorang kernek angkot. dan akhirnya dengan kerja kerasnya bisa membeli sebuah mobil angkot sendiri dan bisa menghidupi keluarganya dengan menjadi sopir angkot yang sukses mengantarkan anaknya ke New York untuk menaklukan dunia.

1 komentar:

Posting Komentar